Jumat, 24 Mei 2013

Tahukah kamu?

Masih teringat jelas dalam ingatanku. Saat itu kamu berpakain begitu rapi, dan sambil memetik senar-senar gitar di awal kegiatan pengembangan diri yang kebetulan sama-sama kita ikuti. Aku tak tahu namamu siapa kala itu. Tapi sejak saat itu aku mulai mengagumimu. Mengagumi.
Awalnya aku memang tak tahu namamu siapa. Karena ada seseorang yang sekilas mirip denganmu. Dan aku takut terbalik antara namamu dengan seseorang itu. Tapi aku terus mencari tahu siapa namamu. Sampai akhirnya aku tahu.
Ku mulai mencari-mencari akun sosial media milikmu yang siapa tahu bisa menjadi peluang agar kamu lebih mengenalku. Setelah ku tahu, tak ku sia-siakan kesempatan itu untuk lebih mencari tahu informasi-informasi tentang dirimu.
Akhirnya tak ku sangka-sangka aku dan kamu berkenalan. Sangat senang rasanya, apalagi saat itu kamu yang memulai perkenalan dan percakapan. Sampai pada akhirnya aku dan kamu bertukar nomor ponsel. Dan obrolan sederhana kita pun berlanjut lebih jauh. Kita berkomunikasi melalui banyak akun sosial media, seperti Facebook, Twitter, dll. dan aplikasi chating yang saat itu memang sedang banyak digunakan, seperti whatsapp, dan tentu saja melalui pesan singkat.
Memang sih awalnya kita hanya mengobrol sesuatu hal yang sangat umum. Sepertinya tak perlu di sebutkan, karena sebenarnya para pembaca pun sudah mengerti.
Obrolan sederhana kamu dan aku tak hanya hari itu saja, masih terus berlanjut sampai hari-hari berikutnya. Dan kamu menjadi alasanku untuk selalu menatap handphone, membeli pulsa ketika pulsaku habis, dan selalu tidak ingin jauh dari alat komunikasi mungil tersebut.
Dengan seiring berjalannya waktu, sedikit demi sedikit aku mulai menyimpan rasa dan harapan padamu. Bagaimana tidak, kau adalah laki-laki yang membangunkan kembali hatiku yang lama telah mati. Tidak munafik, saat itu aku memang ingin memilikimu seutuhnya. Bukan hanya sebatas ‘hubungan tanpa status’ yang entah kapan akan di perjelas.
Entah aku yang terlalu percaya diri atau kamu yang memang berniat melakukannya. Kamu mulai berani memanggilku dengan panggilan ‘sayang’, mencium dan memelukku dengan bentuk tulisan dan emotikon. Dan tak ketinggalan, kata-kata manis pun tak lupa kau lontarkan padaku. Tak dapat ku pungkiri, hal-hal yang dianggap sebagian orang sepele itu, bisa membuatku tersenyum dan tertawa-tawa sendiri ketika membacanya. Saat itu aku merasakan indahnya hidup. Saat itu.
Bahkan saat itu aku tidak memikirkan, “apakah hanya aku yang kau panggil dengan panggilan ‘sayang’, atau ada orang lain juga yang merasakannya?”, aku sama sekali tak peduli pada saat itu. Yang ada dalam otakku, kau mencintaiku.
Terlalu percaya diri memang, tapi bagiku itu manusiawi. Ketika seorang wanita dan laki-laki berhubungan, lalu si wanita mendapat perilaku seperti seorang ‘kekasih’ oleh laki-laki tersebut, maka si wanita akan beranggapan bahwa si laki-laki tersebut mencintainya. Apalagi jika laki-laki tersebut adalah lelaki idaman si wanita tersebut.
Terus terang, setelah 2-3 bulan aku berhubungan tanpa status dengannya, aku dan dia sudah seperti sepasang kekasih, yang hampir setiap hari berkomunikasi. Bahagia? Tentu.
Tapi bukan berarti hubunganku dengannya tak ada masalah. Terkadang kita berselisih pendapat. Tapi untungnya hal kecil seperti itu tak terlalu kami ambil pusing. Namun, masalah yang lebih besar dari itu adalah jika misalkan aku pergi menghilang tanpa memberitahunya dahulu selama berjam-jam, biasanya dia akan sedikit jengkel terhadapku. Tapi ya untungnya, dia mempunyai pikiran yang lebih dewasa dariku jadi dia bisa membawaku ke arah yang lebih baik.
Tapi akan lebih bahagia lagi jika aku memilikimu seutuhnya. Memiliki hatimu seutuhnya. Seutuhnya. Yang menjadi satu-satunya penghuni hatimu. Menjadi satu-satunya orang yang benar-benar mengisi hatimu. Menjadi satu-satunya orang yang kamu cinta. Seandainya.
Telah lama aku menunggumu, sayang. Aku tak tahu apakah aku memang menunggu sesuatu yang pasti atau tidak? Aku selalu mencoba menghibur diri, bahwa cinta akan datang pada seseorang yang berusaha keras mendapatkan seseorang. Tapi sampai kapan aku harus selalu menghibur diriku sendiri? Bahkan hiburan itu pun sangat tak lucu.
Kamu pikir menunggu sesuatu hal yang menyenangkan? Sekalipun kita menunggu sesuatu yang pasti pun kita tetap saja merasa jenuh jika dilakukan dalam waktu yang cukup lama. Apalagi jika menunggu sesuatu yang tidak pasti. Kamu bisa tahu jawabannya.
Tak lebih dari satu bulan lagi kamu tak akan lagi bersekolah di sekolah yang sama denganku. Kamu akan menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tentu saja di sekolah barumu itu, kamu akan mengenal orang-orang baru yang mungkin ada salah satunya yang menarik perhatianmu. Mungkin.
Bukannya aku tak suka kamu mencicipi pendidikan yang lebih tinggi lagi. Aku hanya sedih jika harus jauh darimu. Yang biasanya hampir setiap hari bisa bertemu denganku. Tapi nanti mungkin hanya rencana Tuhan dan keberuntungan yang dapat mempertemukan kita sesekali.
Tak akan ada lagi seseorang yang membuatku selalu bersemangat ke sekolah. Tak akan ada lagi seseorang yang rutin berkeliling sekolah ketika jam pelajaran terakhir telah usai. Tak akan ada lagi seseorang yang senyumnya selalu ku tangkap ketika jam istirahat ataupun setelah jam terakhir selesai. Tak akan ada lagi seseorang yang membuat jantungku terasa berat saat melihat orang yang bermain gitar ketika aku mengikuti pengembangan diri. Tak akan ada lagi. Tak akan ada. Tak akan.
Dan tahukah kamu, ketika kamu pergi seluruh hatiku akan selalu merindukanmu? Aku tak pernah merasakan ini sebelumnya. Segala yang kulakukan selalu mengingatkanku padamu. Aku ingin kamu tahu. Segalanya rela kulakukan, rela ku berikan hati dan jiwaku. Hanya untukmu. Banyak orang yang tahu kita memang dekat. Tapi setahuku, kita pernah lebih dari itu. Jadi, kembalilah padaku suatu saat nanti! Aku akan selalu merindukanmu. Aku ingin kamu habiskan sisa umurmu, dan menua bersamaku. Aku akan menunggumu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar