Masih teringat jelas
dalam ingatanku. Saat itu kamu berpakain begitu rapi, dan sambil memetik
senar-senar gitar di awal kegiatan pengembangan diri yang kebetulan sama-sama
kita ikuti. Aku tak tahu namamu siapa kala itu. Tapi sejak saat itu aku mulai mengagumimu.
Mengagumi.
Awalnya aku memang tak
tahu namamu siapa. Karena ada seseorang yang sekilas mirip denganmu. Dan aku
takut terbalik antara namamu dengan seseorang itu. Tapi aku terus mencari tahu
siapa namamu. Sampai akhirnya aku tahu.
Ku mulai mencari-mencari
akun sosial media milikmu yang siapa tahu bisa menjadi peluang agar kamu lebih
mengenalku. Setelah ku tahu, tak ku sia-siakan kesempatan itu untuk lebih
mencari tahu informasi-informasi tentang dirimu.
Akhirnya tak ku
sangka-sangka aku dan kamu berkenalan. Sangat senang rasanya, apalagi saat itu
kamu yang memulai perkenalan dan percakapan. Sampai pada akhirnya aku dan kamu
bertukar nomor ponsel. Dan obrolan sederhana kita pun berlanjut lebih jauh.
Kita berkomunikasi melalui banyak akun sosial media, seperti Facebook, Twitter, dll. dan aplikasi
chating yang saat itu memang sedang banyak digunakan, seperti whatsapp, dan tentu saja melalui pesan
singkat.
Memang sih awalnya kita
hanya mengobrol sesuatu hal yang sangat umum. Sepertinya tak perlu di sebutkan,
karena sebenarnya para pembaca pun sudah mengerti.
Obrolan sederhana kamu
dan aku tak hanya hari itu saja, masih terus berlanjut sampai hari-hari
berikutnya. Dan kamu menjadi alasanku untuk selalu menatap handphone, membeli
pulsa ketika pulsaku habis, dan selalu tidak ingin jauh dari alat komunikasi mungil
tersebut.
Dengan seiring
berjalannya waktu, sedikit demi sedikit aku mulai menyimpan rasa dan harapan
padamu. Bagaimana tidak, kau adalah laki-laki yang membangunkan kembali hatiku
yang lama telah mati. Tidak munafik, saat itu aku memang ingin memilikimu
seutuhnya. Bukan hanya sebatas ‘hubungan tanpa status’ yang entah kapan akan di
perjelas.
Entah aku yang terlalu
percaya diri atau kamu yang memang berniat melakukannya. Kamu mulai berani
memanggilku dengan panggilan ‘sayang’, mencium dan memelukku dengan bentuk
tulisan dan emotikon. Dan tak ketinggalan, kata-kata manis pun tak lupa kau
lontarkan padaku. Tak dapat ku pungkiri, hal-hal yang dianggap sebagian orang
sepele itu, bisa membuatku tersenyum dan tertawa-tawa sendiri ketika
membacanya. Saat itu aku merasakan indahnya hidup. Saat itu.
Bahkan saat itu aku
tidak memikirkan, “apakah hanya aku yang kau panggil dengan panggilan ‘sayang’,
atau ada orang lain juga yang merasakannya?”, aku sama sekali tak peduli pada saat
itu. Yang ada dalam otakku, kau mencintaiku.
Terlalu percaya diri
memang, tapi bagiku itu manusiawi. Ketika seorang wanita dan laki-laki
berhubungan, lalu si wanita mendapat perilaku seperti seorang ‘kekasih’ oleh
laki-laki tersebut, maka si wanita akan beranggapan bahwa si laki-laki tersebut
mencintainya. Apalagi jika laki-laki tersebut adalah lelaki idaman si wanita
tersebut.
Terus terang, setelah
2-3 bulan aku berhubungan tanpa status dengannya, aku dan dia sudah seperti
sepasang kekasih, yang hampir setiap hari berkomunikasi. Bahagia? Tentu.
Tapi bukan berarti
hubunganku dengannya tak ada masalah. Terkadang kita berselisih pendapat. Tapi
untungnya hal kecil seperti itu tak terlalu kami ambil pusing. Namun, masalah
yang lebih besar dari itu adalah jika misalkan aku pergi menghilang tanpa
memberitahunya dahulu selama berjam-jam, biasanya dia akan sedikit jengkel
terhadapku. Tapi ya untungnya, dia mempunyai pikiran yang lebih dewasa dariku
jadi dia bisa membawaku ke arah yang lebih baik.
Tapi akan lebih bahagia
lagi jika aku memilikimu seutuhnya. Memiliki hatimu seutuhnya. Seutuhnya. Yang menjadi
satu-satunya penghuni hatimu. Menjadi satu-satunya orang yang benar-benar
mengisi hatimu. Menjadi satu-satunya orang yang kamu cinta. Seandainya.
Telah lama aku
menunggumu, sayang. Aku tak tahu apakah aku memang menunggu sesuatu yang pasti
atau tidak? Aku selalu mencoba menghibur diri, bahwa cinta akan datang pada
seseorang yang berusaha keras mendapatkan seseorang. Tapi sampai kapan aku
harus selalu menghibur diriku sendiri? Bahkan hiburan itu pun sangat tak lucu.
Kamu pikir menunggu
sesuatu hal yang menyenangkan? Sekalipun kita menunggu sesuatu yang pasti pun
kita tetap saja merasa jenuh jika dilakukan dalam waktu yang cukup lama. Apalagi jika menunggu sesuatu yang tidak pasti.
Kamu bisa tahu jawabannya.
Tak lebih dari satu
bulan lagi kamu tak akan lagi bersekolah di sekolah yang sama denganku. Kamu akan
menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tentu saja di sekolah barumu itu,
kamu akan mengenal orang-orang baru yang mungkin ada salah satunya yang menarik
perhatianmu. Mungkin.
Bukannya aku tak suka
kamu mencicipi pendidikan yang lebih tinggi lagi. Aku hanya sedih jika harus
jauh darimu. Yang biasanya hampir setiap hari bisa bertemu denganku. Tapi nanti
mungkin hanya rencana Tuhan dan keberuntungan yang dapat mempertemukan kita
sesekali.
Tak akan ada lagi
seseorang yang membuatku selalu bersemangat ke sekolah. Tak akan ada lagi
seseorang yang rutin berkeliling sekolah ketika jam pelajaran terakhir telah
usai. Tak akan ada lagi seseorang yang senyumnya selalu ku tangkap ketika jam
istirahat ataupun setelah jam terakhir selesai. Tak akan ada lagi seseorang
yang membuat jantungku terasa berat saat melihat orang yang bermain gitar ketika aku mengikuti pengembangan diri. Tak
akan ada lagi. Tak akan ada. Tak akan.
Dan tahukah kamu,
ketika kamu pergi seluruh hatiku akan selalu merindukanmu? Aku tak pernah
merasakan ini sebelumnya. Segala yang kulakukan selalu mengingatkanku padamu. Aku
ingin kamu tahu. Segalanya rela kulakukan, rela ku berikan hati dan jiwaku. Hanya
untukmu. Banyak orang yang tahu kita memang dekat. Tapi setahuku, kita pernah
lebih dari itu. Jadi, kembalilah padaku suatu saat nanti! Aku akan selalu
merindukanmu. Aku ingin kamu habiskan sisa umurmu, dan menua bersamaku. Aku akan
menunggumu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar